Skip to main content

Akad Musyarakah: Jenis-Jenis, Syarat Dan Contohnya

Ditulis Oleh admin.

jenis akad musyarakah

Akad musyarakah merupakan salah satu akad dalam perbankan syariah dan lembaga keuangan yang menerapkan prinsip ekonomi syariah. 

Akad ini memiliki dua jenis utama, yaitu syirkah amlak yang terjadi karena peristiwa alami seperti hibah, dan syirkah uqud yang terjadi karena kontrak. 

Musyarakah merupakan pembiayaan yang berbasis kemitraan, keadilan, transparansi, dan berbagi untung rugi sesuai proporsi modal yang disertakan.

Penasaran bagaimana kesepakatan musyarakah bekerja dan apa saja prinsip-prinsip yang harus dipenuhi? Simak pembahasan lengkapnya dalam artikel ini.

Pengertian Akad Musyarakah

Dalam akad kerjasama ini, semua pihak yang terlibat memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap usaha tersebut.

Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, musyarakah adalah akad kerja sama antara dua belah pihak atau lebih untuk menjalankan sebuah usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama.

Dasar Hukum Musyarakah

Akad musyarakah memiliki landasan yang kuat dalam syariah Islam, baik dari Al-Quran, Hadits, maupun Ijma’ ulama. Beberapa dalil yang menjadi dasar hukum musyarakah antara lain:

  1. Q.S. Ash Shad ayat 24 yang menunjukkan kebolehan praktik musyarakah.
  2. Ijma’ ulama yang menyepakati keabsahan musyarakah secara global, meski ada perbedaan pendapat dalam beberapa jenis musyarakah.
  3. Fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang pembiayaan musyarakah, seperti Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000.

Prinsip Dasar Akad Musyarakah

Dalam penerapannya, akad musyarakah harus memenuhi beberapa prinsip dasar agar sesuai dengan ketentuan syariah. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

  1. Prinsip Kemitraan (Partnership): Semua pihak memiliki kedudukan setara sebagai mitra usaha.
  2. Prinsip Keadilan (Justice): Semua pihak diperlakukan adil dalam hal besaran partisipasi modal, pembagian keuntungan, dan tanggung jawab.
  3. Prinsip Transparansi (Transparency): Pengelolaan usaha harus dilakukan secara terbuka dan jujur.
  4. Prinsip Berbagi Untung dan Rugi (Profit and Loss Sharing): Keuntungan dibagi sesuai proporsi, sedangkan kerugian ditanggung proporsional sesuai modal.
  5. Prinsip Kepercayaan (Trust): Kerja sama dibangun atas dasar saling percaya dan menjaga amanah.
  6. Prinsip Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract): Para pihak bebas menentukan syarat dan ketentuan yang tidak bertentangan dengan syariah.
  7. Prinsip Aktivitas Usaha yang Halal: Musyarakah hanya boleh dilakukan untuk usaha yang halal.

Rukun dan Syarat Musyarakah

Berikut penjelasan detail rukun & syarat berkaitan dengan musyarakah :

Rukun Musyarakah

  1. Pelaku akad (aqid), yaitu para mitra usaha yang cakap hukum.
  2. Objek akad (ma’qud ‘alaih), mencakup modal atau mal, kerja (dharabah), dan keuntungan.
  3. Ijab dan qabul (shighat), pernyataan kehendak para pihak untuk bekerja sama.
  4. Nisbah bagi hasil, yaitu rasio atau persentase pembagian keuntungan yang disepakati.

Syarat Musyarakah

1. Syarat yang berkaitan dengan para pihak (syarik):

  • Cakap hukum (ahliyah) dan kompeten (ahliyatul ada’)
  • Menyediakan modal dan pekerjaan sesuai kesepakatan
  • Memiliki hak dan wewenang dalam pengelolaan bisnis
  • Tidak diizinkan mencairkan atau menginvestasikan modal untuk kepentingan sendiri

2. Syarat yang berkaitan dengan modal (ra’sul mal):

  • Modal harus jelas jumlah dan jenisnya
  • Modal harus tunai, bukan dalam bentuk utang
  • Modal harus diserahkan kepada mitra usaha untuk dikelola

3. Syarat yang berkaitan dengan keuntungan:

  • Jumlah keuntungan harus dikuantifikasikan
  • Keuntungan dibagikan sesuai proporsi yang disepakati dalam akad
  • Mitra usaha boleh mengusulkan kelebihan keuntungan di luar proporsi modal

4. Syarat yang berkaitan dengan kerugian:

  • Kerugian dibagi sesuai proporsi modal masing-masing mitra
  • Jika satu pihak memberikan kontribusi kerja/keahlian, kerugian pihak tersebut adalah kerugian waktu dan tenaga

Jenis-Jenis Musyarakah

Secara garis besar, musyarakah dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu Musyarakah Kepemilikan (Al Amlak) dan Musyarakah Akad (Al ‘Uqud).

Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai jenis-jenis akad musyarakah:

Musyarakah Al Amlak (Kepemilikan)

Musyarakah Al Amlak adalah musyarakah yang terjadi bukan karena akad, tetapi karena adanya usaha tertentu atau terjadi secara alami. Musyarakah Al Amlak terbagi lagi menjadi dua jenis:

  1. Musyarakah Al Jabr/Ijbariyah
    Terjadi karena peristiwa alami, seperti kematian seseorang yang mewariskan hartanya. Disebut juga syirkah paksa karena terjadi bukan atas upaya orang-orang yang berserikat.
  2. Musyarakah Ikhtiyariyah
    Terjadi karena perbuatan orang-orang yang berserikat, seperti hibah, wasiat, dan pembelian.

Musyarakah Al ‘Uqud (Akad)

Musyarakah Al ‘Uqud adalah perjanjian dua pihak atau lebih untuk menggabungkan harta guna melakukan usaha, dengan pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan kesepakatan. 

Musyarakah Al ‘Uqud terbagi lagi menjadi beberapa jenis:

  1. Musyarakah Abdan (Al A’mal)
    Kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki profesi sama atau berbeda tetapi saling mendukung, tanpa melibatkan modal, hanya berdasarkan keterampilan dan permintaan.
  2. Syirkah Wujuh
    Kerja sama dua orang atau lebih di mana yang menjadi modal adalah kepercayaan pihak ketiga kepada mereka. Mereka membeli barang secara kredit dan menjualnya secara tunai.
  3. Musyarakah Inan
    Kerja sama dalam bentuk modal dan usaha, di mana porsi modal dan keuntungan tidak harus sama di antara para mitra. Ini adalah jenis musyarakah yang paling umum.

Selain itu, ada pula jenis musyarakah lain seperti Musyarakah Mutanaqisah di mana kepemilikan aset salah satu pihak berkurang karena pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.

Jadi, musyarakah memiliki beragam jenis yang dapat diterapkan sesuai karakteristik dan kebutuhan kerja sama bisnis yang dijalankan.

Skema Akad Musyarakah

Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai tata cara kesepakatan musyarakah:

1. Pengajuan Pembiayaan

2. Kontribusi Modal

Bank dan nasabah sama-sama berkontribusi pada modal untuk membiayai proyek atau usaha tersebut. Porsi modal yang diberikan oleh masing-masing pihak tidak harus sama, tergantung kesepakatan.

3. Pengelolaan Usaha

Kedua belah pihak dapat berpartisipasi dalam pengelolaan usaha sesuai kesepakatan. Namun, tidak menutup kemungkinan hanya salah satu pihak yang mengelola.

4. Pembagian Keuntungan

Laba atau keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi sesuai proporsi yang telah disepakati di awal. Persentase bagi hasil tidak harus sebanding dengan porsi modal, yang terpenting adalah kesepakatan di awal kontrak.

5. Pembagian Kerugian

Jika terjadi kerugian, maka ditanggung bersama sesuai proporsi modal masing-masing pihak. Tidak ada pihak yang menanggung kerugian sepihak.

6. Berakhirnya Akad

Pada akhir masa kontrak, modal musyarakah dikembalikan kepada masing-masing mitra, setelah dikurangi kerugian jika ada.

Contoh tata cara musyarakah dalam sistem perbankan syariah misalnya pada pendanaan proyek, di mana bank dan nasabah sama-sama menyediakan dana. 

Contoh Akad Musyarakah Dalam Pembiayaan Syariah

Modal Kerja

KPR (Kredit Pemilikan Rumah)

Dalam pendanaan KPR dengan musyarakah, bank dan nasabah bersama-sama membeli rumah dari developer. Nasabah kemudian membayar sewa (ujrah) kepada bank setiap bulannya sebagai kompensasi atas porsi kepemilikan bank.

Investasi

Kesepakatan musyarakah dapat digunakan untuk pendanaan investasi, misalnya untuk pembangunan proyek atau pembelian aset. Nasabah dan bank sama-sama menyertakan modal, lalu aset atau proyek tersebut dikelola bersama.

Pembiayaan Sindikasi

Beberapa perbankan syariah dapat bekerja sama (sindikasi) dengan skema musyarakah untuk membiayai proyek-proyek besar. Masing-masing bank berkontribusi dana dan bersama-sama menanggung risiko dari proyek.

Perbedaan Akad Musyarakah dan Akad Murabahah

Perbedaan antara akad musyarakah dan murabahah terletak pada jenis akadnya, yaitu musyarakah sebagai akad kerja sama dengan kontribusi modal bersama, sedangkan murabahah sebagai akad jual beli murni.

Perbedaan ini berimplikasi pada aspek-aspek lainnya seperti pembagian laba, risiko, kepemilikan aset, dan penggunaannya dalam pembiayaan.

Kesimpulan

Dalam penerapan akad musyarakah atau syirkah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator telah menetapkan aturan dan pedoman yang harus dipatuhi oleh badan keuangan syariah. 

Hal ini untuk memastikan praktik musyarakah sesuai dengan prinsip syariah dan melindungi kepentingan nasabah.

Selain musyarakah, ada pula akad lain yang sering digunakan dalam transaksi keuangan syariah, seperti mudharabah dan akad wakalah.

Dalam mudharabah, salah satu pihak bertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan pihak lain sebagai pengelola (mudharib).

Sedangkan dalam wakalah, nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu.

Dengan beragamnya akad dan produk yang ditawarkan, perbankan syariah berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Musyarakah, sebagai salah satu akad utama, memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan sektor riil dan mewujudkan keadilan ekonomi dalam masyarakat.