Skip to main content

Pengertian Akad Ijarah, Solusi Pembiayaan Syariah yang Fleksibel

Ditulis Oleh admin.

akad ijarah

Melalui skema pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam periode tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), akad ijarah memberikan fleksibilitas bagi penyewa untuk memanfaatkan objek penyewaan tanpa harus memilikinya.

Dengan berbagai jenis akad ijarah yang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta kesesuaiannya dengan prinsip ekonomi syariah, akad ijarah menjadi alternatif transaksi yang sah dan menguntungkan.

Tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsep, syarat, alur, dan penerapan akad ijarah dalam perbankan syariah? Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Pengertian Ijarah Dalam Transaksi Perbankan Syariah

Secara umum, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah , tanpa diikuti pemindahan kepemilikan.

Syarat dan Ketentuan Akad Ijarah dalam Ekonomi Islam

Agar akad transkasi sewa sah secara syariah, maka harus memenuhi rukun dan syarat akad ijarah. Rukun ijarah meliputi:

  1. Adanya pihak pemberi sewa (mu’jir) dan penyewa (musta’jir)
  2. Adanya objek ijarah, yaitu manfaat produk atau layanan.
  3. Ijab qabul, yaitu pernyataan persewaan dari kedua pihak
  4. Upah dalam transaksi ijarah (ujrah) yang diketahui jumlahnya

Sedangkan syarat akad ijarah di antaranya:

  1. Pihak yang berakad harus sah melakukan akad ijarah, yaitu dewasa dan sadar, bukan orang yang tidak sah seperti anak kecil atau orang yang belum dewasa.
  2. Objek transaksi ijarah harus berwujud dan jelas spesifikasinya, sesuai dengan realitas, tidak mengandung unsur penipuan.
  3. Pemberian imbalan atau upah dalam transaksi ijarah harus jelas dan memberikan manfaat.
  4. Akad ijarah dilakukan dalam periode yang disepakati dengan pembayaran angsuran pemakaian sesuai kesepakatan.

Jenis-Jenis Akad Ijarah

Secara garis besar, jenis-jenis akad ijarah meliputi ijarah yang berujung pada pemindahan kepemilikan (IMBT dan ITB), ijarah atas manfaat barang/aset, serta ijarah atas jasa/pekerjaan seseorang. 

Perbedaan utamanya terletak pada objek sewa dan ada tidaknya pengalihan kepemilikan di akhir masa penyewaan.

Berikut adalah jenis kesepakatan ijarah beserta penjelasanya : 

1. Ijarah Wa-Iqtina atau Al-Ijarah Muntahia Bittamleek (IMBT)

Perjanjian pemindahan hak milik atas suatu benda yang disewakan pada waktu tertentu. Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan setelah transaksi pembayaran atas objek ijarah telah selesai, baik melalui akad baru seperti hibah, penjualan, atau pembayaran angsuran.

Berikut penjelasan lengkap mengenai IMBT:

  • Perpindahan kepemilikan dalam IMBT dapat dilakukan dengan beberapa cara :
    • Secara otomatis di akhir jangka waktu penyewaan tanpa akad baru, di mana harga aset dianggap sama dengan total pembayaran penyewaan.
    • Melalui akad jual-beli atau hibah di akhir masa penyewaan dengan harga yang disepakati (bisa harga simbolis).
    • Memberikan opsi kepada lessee apakah ingin membeli aset, memperpanjang objek yang disewa, atau mengembalikan aset di akhir masa penyewaan.
  • Pembayaran sewa dalam IMBT sudah mencakup harga pokok ditambah margin keuntungan bagi lessor. Jadi selain untuk sewa, pembayaran tersebut juga berkontribusi terhadap pembelian aset jika opsi pembelian diambil oleh lessee.
  • Agar sesuai syariah, akad sewa (ijarah) dan akad jual-beli harus dipisah dalam dua transaksi yang berbeda. Jadi janji pemindahan kepemilikan tidak boleh disatukan dengan akad sewa di awal.

2. Ijarah Thumma Al Bai’ (ITB)

Salah satu jenis kesepakatan ijarah dalam keuangan syariah yang menggabungkan konsep ijarah dan jual beli (bai’). ITB merupakan fasilitas pembiayaan di mana aset disewakan kepada penyewa dengan opsi untuk membeli aset tersebut di akhir masa sewa.

Berikut penjelasan lengkap mengenai ITB:

  • Dalam ITB, pihak yang menyewakan (lessor) menyewakan aset kepada penyewa (lessee) untuk jangka waktu tertentu dengan harga obyek sewa yang telah disepakati. Di akhir masa, lessee memiliki opsi untuk membeli aset tersebut dengan harga yang telah ditentukan di awal akad.
  • Jika lessee menggunakan opsi pembelian di akhir masa sewa, maka barang tersebut menjadi hak milik lessee.
  • Perpindahan aset dari lessor ke lessee terjadi setelah lessee menggunakan opsi pembelian di akhir masa sewa dan melunasi harga beli yang disepakati. 
  • Agar sesuai syariah, janji untuk menjual/membeli aset di akhir masa sewa tidak boleh mengikat (wa’d). Selain itu, risiko kepemilikan aset harus ditanggung oleh lessor selama masa penyewaan, dan akad sewa harus diselesaikan sebelum akad jual-beli dilakukan.

3. Ijarah Mawsufa Bi Al Dhimma

Merupakan akad sewa atas manfaat suatu barang atau jasa yang pada saat akad hanya disebutkan kriteria dan spesifikasinya saja, sementara barangnya belum tersedia dan akan diadakan atau dibangun kemudian sesuai kesepakatan. 

Berikut penjelasan lengkap mengenai Ijarah Mawsufa Bi Al Dhimma:

  • Objek sewa dalam Ijarah Mawsufa Bi Al Dhimma bisa berupa manfaat dari suatu aset/barang ataupun jasa/pekerjaan. Namun objek ini belum tersedia pada saat akad dan hanya disebutkan kriteria, spesifikasi, kuantitas dan kualitasnya saja.
  • Karena objek yang disewa belum tersedia, maka Ijarah Mawsufa Bi Al Dhimma biasanya dikombinasikan dengan akad lain seperti istishna untuk memastikan penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan. Contohnya untuk pembiayaan rumah yang belum dibangun.
  • Ijarah Mawsufa Bi Al Dhimma tidak menyebabkan perpindahan hak milik objek yang disewa. Jadi jika terjadi kerusakan pada objek, akad ijarah tetap berlaku dan pemilik berkewajiban untuk memperbaikinya.
  • Meskipun objek yang disewakan belum ada, Ijarah ini tetap dibolehkan dalam syariah selama memenuhi ketentuan ijarah dan salam, yaitu spesifikasi objek harus jelas, harga sewa disepakati di awal, dan pembayaran sewa tidak dimulai sebelum objek diterima.

4. Ijarah Manfaat

Merupakan akad di mana objeknya berupa manfaat atau hak guna dari suatu aset, dengan ketentuan aset tersebut memang memiliki nilai manfaat dan kepemilikannya tetap berada pada pihak pemilik objek yang disewakan.

Berikut detail penjelasan : 

  • Melibatkan penyewaan aset tidak bergerak seperti rumah, kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya. Jadi yang disewakan adalah manfaat atau hak guna dari aset tersebut, bukan aset itu sendiri.
  • Objek yang disewakan harus berwujud dan memiliki manfaat serta nilai ekonomis. Contohnya rumah dapat disewakan untuk ditinggali, mobil untuk dikendarai, dll. Barang yang tidak memiliki manfaat seperti barang rusak tidak sah untuk disewakan.
  • Kepemilikan aset yang disewakan tetap berada pada pihak yang menyewakan (mu’jir), tidak berpindah ke penyewa (musta’jir). Penyewa hanya berhak memanfaatkan fungsi aset selama masa sewa.
  • Tanggung jawab pemeliharaan aset juga berada padanya. Jika terjadi kerusakan bukan karena kelalaian penyewa, maka pemilik objek yang disewakan wajib memperbaikinya.
  • Jangka waktu penggunaan manfaat aset harus disepakati dengan jelas di awal akad oleh kedua pihak. Jika tidak ditentukan masa sewanya, akad ijarah manfaat tidak sah.
  • Setelah jangka waktu berakhir, penyewa wajib mengembalikan aset kepada pemilik objek yang disewakan dalam keadaan utuh seperti semula. Ijarah manfaat tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan aset

5. Ijarah Pekerjaan

Salah satu jenis akad di mana objek sewanya berupa jasa atau pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, bukan manfaat dari suatu barang.

Dalam ijarah ini, yang disewakan adalah amal atau pekerjaan seseorang, seperti memperbaiki barang, membangun bangunan, menjahit baju, mengantar paket, dan sebagainya.

Berikut penjelasan lengkap mengenai ijarah pekerjaan:

  • Dalam ijarah pekerjaan, pihak yang melakukan pekerjaan disebut ajir (tenaga kerja), sedangkan pihak yang menyewa jasa atau mempekerjakan ajir disebut musta’jir. Ajir berhak menerima upah atas pekerjaan yang dilakukannya.
  • Tenaga kerja dalam ijarah pekerjaan ada dua macam, yaitu :
    • Ajir khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa tertentu dan tidak boleh bekerja untuk orang lain, seperti pembantu rumah tangga.
    • Ajir musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu orang sehingga mereka bersekutu dalam memanfaatkan tenaganya, seperti tukang jahit, notaris, pengacara.
  • Agar ijarah pekerjaan sah secara syariah, jenis pekerjaan yang dilakukan harus halal dan tidak melanggar aturan Islam. 

Contoh Akad Ijarah

Berikut adalah beberapa contoh penerapan akad ijarah dalam berbagai bidang:

1. Pembiayaan Kepemilikan Rumah (KPR) Syariah

Dalam pengajuan KPR syariah, bank membeli rumah yang diinginkan nasabah secara tunai dari developer. Kemudian rumah tersebut disewakan kepada nasabah dengan akad ijarah muntahiya bittamlik (IMBT).

Nasabah membayar sewa setiap bulan dan di akhir masa sewa, rumah menjadi milik nasabah.

2. Pinjaman Multiguna dengan Jaminan

3. Sewa Menyewa Properti Komersial

Contohnya penyewaan ruko untuk membuka usaha toko baju. Penyewa membayar sewa ruko setiap bulan kepada pemilik (bank syariah atau lembaga keuangan syariah) selama periode tertentu. Di akhir masa sewa, ruko bisa menjadi milik penyewa jika menggunakan akad IMBT.

4. Rental Mobil

Perusahaan rental mobil menyewakan mobil kepada pelanggan dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah). Pelanggan mendapat manfaat menggunakan mobil tanpa harus membelinya.

5. Sewa Gedung untuk Tempat Usaha

Pihak penyewa menyewa gedung dari pemilik untuk dijadikan tempat usaha atau kantor dalam periode tertentu dengan membayar sewa sesuai kesepakatan.

6. Pembiayaan Pemesanan Rumah (Istishna)

Nasabah memesan rumah sesuai spesifikasi yang diinginkan ke bank syariah, misalnya rumah dengan 3 kamar dan desain minimalis.

Bank kemudian memesankan rumah tersebut ke developer dan menyewakannya ke nasabah dengan akad IMBT.

Kesimpulan

Penerapan akad ijarah dalam perbankan syariah di Indonesia diatur oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 mengatur tentang pembiayaan ijarah, sementara POJK Nomor 24/POJK.03/2015 mengatur tentang produk dan aktivitas bank syariah dan unit usaha syariah, termasuk perjanjian ujrah.

Dengan berbagai jenis kesepakatan ijarah yang sesuai dengan fatwa dan regulasi, serta kesesuaiannya dengan prinsip ekonomi syariah, akad ijarah menjadi alternatif transaksi sewa yang sah dan menguntungkan bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan konsumtif maupun produktif tanpa melanggar syariat Islam.